Reaktor nuklir Fukushima Daiichi yang dioperasikan oleh Tokyo Electric Power (18/9). REUTERS/Yomiuri Shimbun
Desa-desa dan kota-kota di Jepang terhapus dari peta oleh terjangan dinding air. "Gempa bumi, tsunami dan kecelakaan nuklir telah menjadi krisis terbesar yang dialami Jepang dalam 65 tahun sejak akhir Perang Dunia II," kata Perdana Menteri Naoto Kan dalam konferensi pers pada hari Minggu.
"Kami sedang diawasi apakah kami, orang-orang Jepang, dapat mengatasi krisis ini."
Pejabat mengkonfirmasi tiga reaktor nuklir di utara Tokyo berada pada risiko memanas (overheating), menimbulkan kekhawatiran kebocoran radiasi yang tidak terkendali.
Saat Kan berbicara, insinyur bekerja mati-matian untuk mendinginkan reaktor yang bermasalah. Jika mereka gagal, wadah dari inti reaktor bisa mencair, atau bahkan meledak, melepaskan bahan radioaktif ke atmosfer.
Kan juga mengatakan negara terbesar ketiga itu menghadapi pemadaman listrik bergilir ketika dibuka kembali untuk bisnis pada hari Senin.
Rata-rata saham Nikkei turun 5 persen segera setelah pasar keuangan Tokyo dibuka pada hari Senin.
NHK, mengutip seorang pejabat polisi, mengatakan lebih dari 10.000 orang telah tewas saat dinding air yang dipicu oleh gempa berkekuatan 8,9 skala Richter hari Jumat melewati garis pantai, mengubah seluruh kota-kota menjadi puing-puing.
"Saya berharap masih ada yang selamat," kata Masaru Kudo, seorang tentara yang dikirim ke Rikuzentakata, sebuah kota yang hampir rata dengan penduduk 24.500 orang di Prefektur Iwate.
Kantor berita Kyodo mengatakan 80 ribu orang telah dievakuasi dari radius 20 km sekitar pabrik nuklir bermasalah. Mereka bergabung dengan lebih dari 450 ribu pengungsi lainnya di timur laut pulau Honshu.
Hampir 2 juta rumah tanpa listrik di wilayah utara yang membeku, kata pemerintah. Sementara ada sekitar 1,4 juta orang tanpa air yang mengalir.
REUTERS | ERWIN Z
0 komentar:
Posting Komentar