Tupai Terbang Si Pelayang Malam
Flying squirrel (tupai terbang) punya kemampuan unik yang istimewa. Ia adalah satu-satunya jenis tupai yang bisa melayang di udara. Keistimewaan ini didukung perangkat “glider” berupa lapisan kulit di sisi kiri dan kanannya yang menghubungkan kaki depan dan belakangnya. Saat si tupai meregangkan keempat kakinya, lapisan kulit ini pun terkembang bagai sayap parasut, yang membuatnya mampu melayang di udara.
Tupai terbang begitulah ia disebut, selalu menggunakan keistimewaan ini sepanjang hidupnya. Digunakan untuk berpindah tempat dari satu pohon ke pohon yang lain. Lalu ekornya yang cenderung lepes menjadi kendali prima arah penerbangannya. Gaya terbang khasnya bukanlah lurus segaris tapi membuat gerakan nyaris melengkung. Polanya, setelah melompat dari satu pohon ia membuat satu “tukikan” lalu melayang lurus, barulah membuat gerakan naik dan hup… mendarat di sasaran dengan menancapkan “roda pendarat” berupa cakar kuat yang tajam di keempat kakinya!
Fantastik! Decak kagum peneliti untuknya. Catatan rekor ketinggian terbang si tupai penghuni belantara Asia, Eropa, dan Amerika Utara ini dibukukan setinggi hampir 50 meter.
Hanya Melayang
Begitupun, tupai terbang sesungguhnya bukanlah benar-benar terbang. Lebih tepat jika disebut sebagai tupai pelayang (gliding squirrel). Namun “apalah arti sebuah nama…” yang jelas tupai dari keluarga Sciuridae ini bisa melayang di udara.
Rahasia kemampuan melayang hewan ini adalah lapisan kulit tipis yang bisa mengembang dan dilipat (mirip sayap kelelawar). Sayap “glider” ini disokong dengan anatomi tubuh dan struktur tulang si tupai yang ringan namun kuat.
Lahir sebagai hewan yang amat lemah, buta dan tanpa bulu, ia menghabiskan beberapa masa bayinya di dalam lubang-lubang pohon sebagai sarang yang disediakan induknya. Biasanya satu indukan bisa melahirkan dua atau tiga anak.
Menginjak usia enam minggu, tupai terbang muda akan mulai melakukan “penerbangan” pertamanya. Ia keluar dari lubang pohon dan mencari pijakan yang mantap dari ketinggian pepohonan, mencoba-coba mengembangkan parasutnya. Setelah “pemansan” yang cukup ia akan melompat dan melayang sendirian. Jika sudah pernah melayang sekali saja, tupai-tuipai muda akan mulai bertualang. Mecoba melayang lagi dan lagi… hingga ia dewasa.
Cukup mudah untuk mengenali si tupai terbang yang banyak mendiami hutan-hutan Asia bagian selatan ini. Tubuhnya berukuran rata-rata 20 cm plus 15 cm bagian ekor. Tetapi ada beberapa spesies yang lebih besar dari ini, seperti tupai-tupai terbang Asia yang bisa mencapai panjang 1,2 meter. Berat rata-rata tupai-tupai terbang ini antara 22 gram – 2,5 kg.
Tupai ini punya mata membulat yang besar dan cakar tajam di ujung jemarinya. Ciri khasnya: lapisan kulit “berlipat” di sisi kiri dan kanan di antara kaki depan dan belakangnya.
Ada 43 spesiesnya yang tersebar di hampir semua belahan dunia. Yang menjadi tokoh utama kita kali ini adalah tupai terbang biasa yang menyandang nama latin Glaucomys sabrinus. Tetapi dalam identifikasi ilmiah, yang paling besar di kelompok hewan yang mahir memanjat pohon ini adalah tupai terbang berbulu lebat – woolly flying squirrel (Eupetaurus cinereus). Ada juga yang menjadi hewan asli teritori tertentu seperti spesies Glaucomys sabrinus danGalucomys volans sebagai penghuni asli Amerika Utara, dan tupai terbang Siberia (Pteromys volans) yang “penduduk asli” Eropa wilayah Utara.
Nokturnal
Hewan pengerat yang suka bersuara ribut ini punya banyak ragam warna. Umumnya paduan bulu coklat dan abu-abu. Tetapi ada varian lain yakni abu-abu melulu atau bulu merah kecoklatan di bagian atas dan putih kotor atau krim cerah di bagian bawahnya. Warna-warna ini mungkin menjadi bagian dari sistem pertahanan dan kamuflase (penyamaran) di alam liar.
Mengandalkan sumber makanan berupa berbagai jenis tanaman, biji-bijian, kacang-kacangan, dedaunan, ranting muda, pucuk tanaman, bunga dan akar-akaran. Atau menyelingi menu hariannya dengan aneka serangga, telur, cacing, burung-burung kecil, dan hewan lain yang ukuran tubuhnya kecil. Sesekali juga, tupai terbang akan menyeret bangkai. Jadilah ia hewan omnivora (pemakan segala), paduan herbivora dan karnivora.
Namun berbeda dengan bangsa tupai lain yang beraktivitas di sianbg hari. Spesies tupai-tupai terbang adalah hewan malam (nokturnal). Ia akan menunggu gelap menjelang untuk melakukan perburuan, mencari makan, dan mengisi hari-harinya. Sementara di siang hari ia suka tidur di sarangnya. Lubang-lubang pohon yang gelap, hangat, dan nyaman. Karena itulah sejak lama para penjelajah hutan jarang melihat tupai terbang di siang hari.
Indera dan semua sensor hewan ini sangat peka dikegelapan. Dengan sistem “navigasi” dan “penginderaan malam” ia melayang dari satu pohon ke pohon lain. Sifat ini membuat para ahli menggolongkannya sebagai hewan nokturnal arboreal. Artinya hewan malam yang menghabiskan waktunya di ketinggian pepohonan dan jarang turun ke darat.
Walau bergerak di malam hari, tupai-tupai terbang punya musuh yang juga tergolong hewan nokturnal. Di dalam gelap, perjuangan untuk bertahan hidup dilakukan. Menghindari jenis predator alaminya seperti ular arboreal, rakun, burung hantu, cayote, rubah, weasel, burung malam, bahkan kucing rumahan.
Jika nasibnya baik, tupai-tupai terbang mampu bertahan hidup sampai usia 15 tahun. Di Indonesia, tupai-tupai terbang tersebar di hampir semua pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Tetapi tak pernah ditemukan di Papua. Di negeri ini ia punya nama khusus yaitu “bajing loncat” atau “bajing terbang”.
Bahkan di Kalimantan, ada bajing terbang ada yang berukuran “raksasa” sampai 1,3 meter. Dialah tupai terbang merah raksasa (Petaurista petaurista) yang mampu meluncur dan melayang sejauh 450 meter di kegelapan malam!
0 komentar:
Posting Komentar